
think tank Institute for Essential Services Reform (IESR) mengapresiasi disahkannya Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Peta Jalan (Road Map) Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, permen ini menjadi dasar hukum penting yang akan memandu pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan.
Dia menekankan, regulasi ini membuka peluang percepatan pensiun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan tetap mempertimbangkan keandalan sistem ketenagalistrikan, biaya listrik, serta prinsip transisi energi yang berkeadilan.
Selain itu, keputusan Menteri ESDM yang menyetujui rencana pensiun dini PLTU Cirebon I dengan fasilitas Energy Transition Mechanism (ETM) juga menjadi bukti bahwa pengakhiran operasi PLTU lebih awal dari masa kontraknya layak secara teknis, ekonomis dan legal.
Fabbu berujar, proses menuju keputusan ini telah ditempuh sejak 2021 tetapi belum sepenuhnya mencapai akhir.
“Dalam 10 tahun mendatang, PLN dan PT Cirebon Electric Power (CEP), di bawah supervisi pemerintah, masih harus merencanakan pembangunan pembangkit energi terbarukan sebagai pengganti kapasitas PLTU yang akan dihentikan,” kata Fabby dalam siaran pers, Rabu (23/4/2025).
Selain itu, menurut Fabby, penguatan jaringan listrik diperlukan untuk mengintegrasikan masuknya pembangkit energi terbarukan, terutama yang bersifat variabel atau variable renewable energy (VRE).
“Tanpa langkah-langkah ini, rencana pensiun dini PLTU berisiko batal karena potensi kekurangan pasokan listrik pada 2035,” papar Fabby.
Pelajaran berharga
Fabby berharap, pengalaman selama tiga tahun mempersiapkan pensiun dini PLTU Cirebon I dapat menjadi bahan pelajaran berharga dan meningkatkan keyakinan PLN, pemerintah, dan swasta untuk mengkaji kemungkinan pengakhiran operasi PLTU lainnya di masa mendatang.
Berdasarkan kajian IESR, agar suhu bumi tidak melebihi 1,5 derajat celsius, sebanyak 72 PLTU batu bara dengan total kapasitas 43,4 gigawatt (GW) perlu dipensiunkan pada periode 2022–2045.
Pada periode 2025–2030, IESR merekomendasikan pemensiunan 18 PLTU berkapasitas total 9,2 GW.
Angka tersebut terdiri atas delapan PLTU milik PLN dengan kapasitas 5 GW dan 10 PLTU milik pembangkit swasta dengan kapasitas 4,2 GW.
Kajian IESR ini juga telah mempertimbangkan sejumlah pertimbangan yang tercantum dalam Permen ESDM Nomor 10 Tahun 2025 dalam memensiunkan PLTU batu bara.
Pertimbangan tersebut seperti usia dan kapasitas pembangkit, keekonomian proyek, serta dampak lingkungan, terutama keluaran emisi gas rumah kaca.
Dalam permen tersebut, pemerintah juga sangat mempertimbangkan ketersediaan dukungan pendanaan dalam negeri dan luar negeri dalam mempercepat pengakhiran operasional PLTU batu bara.