
Meratus di Kalimantan Selatan menjadi taman nasional dinilai mencederai kehidupan masyarakat adat di sana.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi publik Hak-Hak Tradisional Masyarakat Adat dan Urgensinya terhadap Upaya Mendorong Pengesahan RUU Masyarakat Adat, Rabu (16/4/2025).
Harnilis, seorang tokoh masyarakat adat Meratus, menuturkan, Gunung Meratus merupakan bagian tak terpisahkan dari mereka.
Dia menuturkan, wilayah adat yang ada saat ini di Pegunungan Meratus sudah dapat menjamin kebutuhan hidup seperti untuk sandang, pangan, papan, obat-obatan, air minum, dan lainnya.
“Hutan bukan hanya tempat hidup kami, tapi bagian dari kehidupan itu sendiri. Jika diambil, kami kehilangan segalanya,” kata Harnilis, dikutip dari siaran pers, Kamis (17/4/2025).
Harnilis menegaskan, Masyarakat Adat Dayak Meratus merupakan masyarakat yang cinta damai.
Mereka siap membela dan mempertahankan wilayah adat mereka agar tidak menjadi kawasan konservasi milik negara.
Harnilis menyebutkan, dalam mengelola sumber daya alam di Pegunungan Meratus, masyarakat adat kompak bekerja sama dalam melestarikan budaya yang sudah diwariskan secara turun temurun.
“Tidak ada yang lebih kuat antara laki-laki dan perempuan, semuanya kuat dan penting. Tidak akan berhasil kita berkebun, berladang, mengadakan acara tanpa keduanya,” ungkap Harnilis.
Rina Mardiana dari IPB University menuturkan, tanpa kehadiran undang-undang (UU) masyarakat adat, pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat masih bersifat sektoral, lambat, diskriminatif, dan rawan menimbulkan konflik.
Dia berujar, masyarakat adat adalah masyarakat otohton yaitu masyarakat yang memiliki hubungan historis dan budaya yang kuat dengan wilayah tertentu.
Masyarakat adat memiliki sistem hukum, sosial, dan ekonomi sendiri yang berbeda dari masyarakat di sekitarnya.
Dia menambahkan, mereka juga memiliki hak atas tanah dan sumber daya alam secara tradisional, serta hak untuk mengatur diri sendiri.
“Mereka bukan dari pecahan dari negara atau pecahan kerajaan,” tuturya.
Diberitakan sebelumnya pada September 2024, pemerintah mempersiapkan perubahan status Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan dari Hutan Lindung menjadi Taman Nasional.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofik, yang kala itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK, membeberkan inisiatif perubahan status Pegunungan Meratus dilakukan mengingat Kalimantan Selatan merupakan satu dari empat provinsi di Indonesia yang belum memiliki taman nasional.
Hal tersebut disampaikan Hanif dalam rapat persiapan antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan di Banjarbaru, pada 23 September 2024.
“Perubahan fungsi ini juga bertujuan untuk meningkatkan intensitas pengelolaan kawasan hutan Pegunungan Meratus,” kata Hanif dikutip dari siaran pers.