
Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Mukti Sardjono, menyatakan pihaknya terus mengantisipasi kebakaran lahan terutama saat memasuki musim kemarau.
Hal ini disampaikan Mukti, saat menghadiri rapat koordinasi bersama Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq.
“Kami mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya masalah kebakaran, pelaku usaha mendasari kegiatannya dengan Peraturan Menteri Kehutanan maupun Peraturan Menteri Pertanian,” kata Mukti di Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025).
Menurut dia, kini pengusaha kelapa sawit menggunakan metode pembukaan lahan tanpa membakar. Secara teknis, Gapki turut berkontribusi dalam program operasi modifikasi cuaca selama kemarau.
“Kami juga harus mempunyai alat sarana penanggulangan kebakaran, bikin masyarakat peduli api di lapangan, sehingga jangan sampai terjadi kebakaran di kebun,” ujar Mukti.
Langkah ini dilakukan untuk menjaga lingkungan, sekaligus menghindari sanksi hukum jika terjadi kebakaran di lahan sawit.
“Kalau terjadi kebakaran di kebun kami, itu juga ada Undang-Undang yang mengatur. Jadi kalau terjadi (kebakaran) di kebun, atau di kebun sekitarnya kami kena denda yang lumayan besar,” jelas dia.
Diakui Mukti, kebakaran lahan sangat merugikan pemilik konsesi. Selama dua tahun ke belakang, cuaca yang relatif lebih bagus menurunkan angka kebakaran lahan sawit di Kalimantan.
“Tetapi yang terjadi kebakaran malah di daerah-daerah di luar Kalimantan. Jawa, NTT yang terjadi kekeringan,” papar Mukti.
“Bagi kami kalau terjadi kekeringan atau misalkan kebakaran, tentunya akan berpengaruh dengan produksi. Jadi dari sisi produksi juga akan besar berkurang,” imbuh dia.
Penyebab Kebakaran Lahan
Sementara itu, Hanif menjelaskan, kebakaran lahan disebabkan lima faktor antara lain penyiapan tanaman pertanian dan perkebunan di wilayah dengan lahan hutan.
“Kedua, kebakaran lahan dan kebakaran hutan berulang dominan pada lahan yang ada konfliknya. Misalnya di Sumatera Selatan dan Jambi selalu berulang-ulang di daerah tersebut karena ada konflik,” tutur dia.
Ketiga, adanya aktivitas ilegal di lahan terbuka. Selanjutnya, disebabkan kondisi lahan terutama area gambut di mana pada musim kemarau sangat mudah terbakar. Kurangnya pengetahuan masyarakat soal bahaya kebakaran hutan pun meningkatkan angka kejadian tersebut.
“Kemudian, tingkat respons dan partisipasi penanganan kejadian kebakaran lahan secara tepat di tingkat tapak masih sangat rendah. Karena kapasitas SDM, peralatan akses, ketersediaan air dan keterbatasan pendanaan,” jelas Hanif.
Di sisi lain, dia mencatat bahwa jumlah hotspot atau titik panas kebakaran tahun ini turun 80 persen dibandingkan 2024. Kendati demikian, Hanif meminta pemilik konsesi melakukan langkah pencegahan kebakaran lahan.
“Berdasarkan data dari satelit Nasa terdapat 142 titik hotspot dengan konfiden di level high,” ucap Hanif.
Menurut data Kementerian Pertanian pada 2023, luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 16,8 juta hektare. Lahan ini dikelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ataupun swasta.
Pihaknya mencatat, kebakaran lahan pada Hak Guna Usaha (HGU) periode 2015-2024 mencapai 42.000 hektare lahan perkebunan kelapa sawit yang dikelola 79 perusahaan.
“Langkah lebih lanjut mungkin kami harapkan akan melakukan koordinasi di lapangan pada 15 provinsi utama di Indonesia. Sehingga dengan demikian kami mau izin teman-teman Gapki kiranya bisa melakukan kompilasi dirinya,” sebut dia.