
Oleh
tren bersepeda atau gowes sempat ‘booming’ di Indonesia. Sepeda bukan cuma dipakai untuk berolahraga tetapi juga menjadi pilihan transportasi harian masyarakat urban, khususnya kalangan anak muda.
Tren bike to work dan bike sharing tumbuh pesat, terutama di kota-kota besar. Sayangnya, begitu pandemi mereda, tren ini juga perlahan redup. Padahal kalau tren ini berlanjut, sepeda bisa menjadi solusi ampuh mengurangi emisi dari sektor transportasi.
Sebuah studi menyebut, jika semua orang di dunia bersepeda sebanyak rata-rata orang Denmark (sekitar 1,6 kilometer per hari), maka emisi karbon global bisa berkurang hingga 414 juta ton. Atau jika semua orang mengadopsi cara hidup orang Belanda yang bersepeda 2,6 kilometer setiap hari, emisi yang berkurang bisa lebih banyak lagi—mencapai 686 juta ton. Dampaknya besar sekali, bukan?
Anak muda punya peran penting dalam mempopulerkan budaya bersepeda, baik sebagai target maupun penggerak perubahan. Sebagai kelompok demografis terbesar, jika sebagian besar anak muda mengadopsi budaya bersepeda, maka dampaknya akan masif terhadap kebiasaan masyarakat secara keseluruhan.
Di Indonesia, komunitas Bike to Work (B2W) adalah salah satu penggerak utama kampanye penggunaan sepeda untuk aktivitas sehari-hari, terutama bagi pekerja kantoran dan profesional muda.
Selain itu, ada pula inisiatif bike-sharing—layanan sewa berbagi sepeda—yang awalnya dimulai di Bandung oleh komunitas bike.bdg bersama Bandung Creative City Forum (BCCF) pada 2012. Sayangnya, layanan ini sempat mati suri sebelum dihidupkan kembali oleh pemerintah setempat dengan nama Bike on the Street Everybody Happy (Boseh) pada 2017.
Dinas Perhubungan Kota Bandung selaku pengelola Boseh menghadirkan 30 shelter yang tersebar di seluruh Bandung. Namun pada 2024, tercatat 13 shelter sudah tidak aktif lagi.
Di Jakarta, layanan ini juga sempat berkembang, peminatnya cukup tinggi terutama saat pandemi Covid-19. Namun kini, kondisinya terbengkalai dan tak terawat karena manajemen yang buruk.
Secara umum, ada beberapa tantangan utama yang membuat sepeda selama ini sulit diadopsi sebagai moda transportasi utama yang mudah, aman, dan nyaman, di antaranya;
Infrastruktur untuk bersepeda di Indonesia kurang mendukung. Jalur sepeda masih terbatas. Di DKI Jakarta, misalnya, jalur sepeda hanya sepanjang 313,6 kilometer, terdiri dari 23,2 km jalur sepeda di trotoar dan 258 km lajur sepeda berbagi. Di Kota Bandung jauh lebih pendek lagi, hanya sekitar 20 kilometer yang tersebar di 16 ruas jalan.
Idealnya, panjang jalur sepeda harus sesuai dengan kebutuhan mobilitas penduduk dan cakupan area perkotaan. Kota dengan kebijakan ramah sepeda biasanya memiliki jalur sepeda sekitar 10-30% dari total panjang jalan.